Masterpiece Kiai Basori Alwi sebagai Sarana Khidmah Masyarakat

By Ulil Abshar

Masterpiece Kiai Basori Alwi sebagai Sarana Khidmah Masyarakat

Oleh: Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah, M.Pd.

Dalam sejarah banyak dijelaskan bahwa para kiai berusaha menanamkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat, karena pesantren itu sendiri sebenarnya didirikan dengan melibatkan masyarakat terutama masyarakat sekitar, sehingga Kiai harus betul-betul menjadi ”Khodim” untuk bisa melayani masyarakat yang memang sejak awal terlibat. Hubungan Kiai Basori Alwi dengan masyarakat terutama masyarakat di kabupaten Malang terutama masyarakat Singosari di mana PIQ berdiri di kota santri ini, seperti sebuah bangunan yang tidak bisa berdiri tegak jika tidak ada penyangganya (songgo). Bangunan tanpa penyanggah tentunya tidak bisa berdiri. Beberapa warga masyarakat Singosari menyebut Kiai Basori Alwi sebagai “songgoe Singosari”, karena Kiai Basori Alwi selalu menjawab segala masalah sosial keagamaan.

Masyarakat bagi diri Kiai Basori Alwi sebenarnya sebuah “institusi besar” yang harus diberikan materi pelajaran yang cocok bagi masyarakat. Pelajaran yang sesuai bagi masyarakat adalah persoalan-persoalan furu’iyyah dan tasawuf. Persoalan-persoalan furu’iyyah ditulis oleh Kiai Basori Alwi berupa persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan keseharian masyarakat muslim seperti tata cara tahlil, bagaimana caranya berkurban yang baik dan persoalan-persoalan lainnya. Karya seperti itu ada pada karya Kiai Basori Alwi.

Perlu diketahui bahwa Kiai Basori tampaknya juga mengembangkan intelekualisme para santrinya dengan menerjemahkan kitab-kitab yang nantinya akan dipakai sebagai konsumsi masyarakat secara umum, seperti kitab al-Nasaih al-Diniyyah wa al-Wasayah al-Imaniyyah yang membahas tentang “Kekuasaan”, juga kitab Imarat al-Masajid yang diterjemahkan dari Tafsir Ayat al-Ahkam milik Syekh Ali al-Sabuni. Dalam mukadimah kitab itu Kiai Basori Alwi menuliskan sebagai berikut:

”Terjemahan ini adalah hasil karya para santri dari pengajian rutin yang diberikan pengasuh dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif. Di samping didiskusikan dengan latihan berbahasa Arab juga ditugaskan kepada masing-masing kelompok untuk menerjemahkannya sebagai sumbangan PIQ kepada masyarakat.”

Dari penjelasan dalam kitab tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan dari Kiai Basori Alwi untuk mengembangkan intelektual para santrinya dengan memperhatikan pada kebutuhan masyarakat yang menjadi problem keseharian masyarakat dan harus dijawab oleh Kiai dengan perspektif shari’at Islam secara mendalam.

Ada dua tahapan bagaimana kiai mengajarkan materi pelajarannya kepada masyarakat yang pertama, mereka mengutus para santrinya untuk mengajarkan sebuah materi kepada masyarakat, misalnya Kiai Basori seringkali mengutus para santrinya untuk mengajar di Panti Asuhan Darussalam Singosari, atau tempat lainnya seperti majelis ta’lim. Materi-materi yang diajarkan biasanya kitab-kitab yang sudah masyhur. Yang kedua kiai sendiri yang turun tangan mengajar materi pelajarannya kepada masyarakat. Materi pelajarannya terkadang tulisan kiai sendiri yang berisi rangkuman dari kitab-kitab terdahulu. Biasanya berisi tentang cara-cara praktis orang-orang Islam dalam beribadah. Misalnya karya Kiai Basori tentang “Miqot Udara Haji Indonesia, al-Sadaqah wa al-Tahlil, Dalil-Dalil Hukum Islam I (bersesuci), Dalil-Dalil Hukum Islam (Salat) dan lain-lain. Selain itu materi-materi pelajaran yang diajarkan oleh kiai adalah tasawuf (moral). Materi tasawuf seringkali diamalkan melalui kegiatan-kegiatan tarekat, istighastah. Dan tampaknya dua materi inilah yang lebih digandrungi masyarakat. Hal ini sangat wajar karena secara filosofi materi tasawuf sebenarnya menunjukkan kasih sayang Tuhan (rahman-rahim Allah). Sedangkan materi fiqh disenangi karena masyarakat bisa memperbaiki ibadahnya secara benar.

Ketulusan Kiai Basori Alwi dalam melayani masyarakat inilah yang akhirnya beliau menjadi ulama’ kharismatik. Loyalitas masyarakat semakin lama semakin besar dan menjadikan Pesantren Ilmu al-Qur’an menjadi pesantren besar diantara pesantren yang ada di Kabupaten Malang.

*Abdul Malik Karim Amrullah, santri PIQ 1996-2000. Saat ini menjabat sebagai Ketua LP Ma’arif NU Kab Malang (2022-2026). Ditulis dalam rangka Haul ke-2 KHM. Basori Alwi pada 28 Februari 2022.

Author