Pesan-pesan Habib Abdullah Baharun untuk Santri di Indonesia

By Ahmad Syafiq

Pesan-pesan Habib Abdullah Baharun untuk Santri di Indonesia

Selasa, 21 November 2017, PIQ kedatangan tamu agung. Beliau adalah Prof. Dr. Abdullah Bin Muhammad Baharun, rektor besar Universitas Al-Ahqof Yaman. Dalam kunjungan beliau kali ini beliau memberikan mauidhoh yang sangat menohok berkenaan dengan realita santri di Indonesia. Berikut poin-poin yang dapat kami rangkum.

Santri di indonesia mayor di dalam jumlah namun minor dari segi harokah (pergerakan). Padahala di sisi lain musuh islam berupa gerakan pemikiran dan akrobasi politis sudah sangat lincah.

Interpretasi penulis: benar adanya yang disampaikan Habib Baharun. Indonesia dijubeli oleh pesantren dengan jumlah santri ribuan. Namun mayoritas santri seakan-akan melempem dalam implementasi ilmunya ke masyarakat. Nyatanya berapa perandingan santri yang telah nyaman duduk manis dalam kehidupannya dengan meresapi ilmu agama yang diperoleh untuk dipakai sendiri. Atau minimal untuk keluarga kecilnya. Kita tidak bisa berharap ideal bahwa seluruh masyarakat muslim akan mau mempelajari ilmu agama mendalam dan mengenal parasit pergerakan dan pemikiran dalam islam. Maka tugas kita sebagai santri adalah menjadi agent of change di tengah dinamika kehidupan bermasyarakat.

Musuh islam telah bermanuver dengan strategi pemikiran dan pergerakan.

Interpretasi penulis: musuh islam (liberal, sekuler, aliran pemikiran sesat) telah begitu lihainya menebarkan prinsipnya. Dulu mungkin hal ini kentara namun musuh islam telah berinovasi dalam strategi sehingga membuat pergerakan mereka begitu halus. Santri mungkin takkan sulit menghindar berbekal ilmu yang didapat. Namun ingat kita punya masyarakat awam yang tentu tak semua melek akan hal ini.

Doa tanpa usaha adalah sia-sia.

Interpretasi penulis: banyak kaum muslim dan santri khususnya terlalu mengandalkan aspek batin berupa doa. Berapa banyak doa terlantun atau kita memohon doa kepada tokoh-tokoh yang kita yakini ke-barokahan dan ke-mustajabannya namun tidak diiringi usaha dhohir.

Jika ingin menilik teladan dalam hal ini mari kita berkaca pada sosok Rasulullah SAW. Tak ada umat muslim yang ragu bahwa beliau adalah sosok yang doanya takkan tertolak. Bahkan nama beliau dalam sajak shalawat kita jadikan andalan untuk menopang doa agar bisa sampai pada hadirat Allah. Tapi apakah Rasulullah hanya memangku tangan dan melipat kaki dalam berjuang menegakkan syiar islam untuk terus kemudian tenggelam dalam doa?

Tidak! Mari kita kaji bersama bagaimana Rasulullah yang tak pernah lelah bergerak dan berdakwah dengan usaha berdarah-darah hingga islam tegap kokoh seperti sekarang.

Maka sekali lagi, santri adalah The Agent of Change. Peran santri tidak main-main dalam membawa perubahan besar ke dalam masyarakat. Sekecil apapun peran kita, jangan pernah lengah dalam mengambil kesempatan. Kita adalah ksatria Allah dan Rasulullah.

Jika Soekarno mengatakan, “Berikan aku 10 pemuda maka aku akan bangun Indonesia.”, maka layaklah jika islam memiliki jargon serupa. “Berikan islam 10 santri, maka akan terbangunlah Indonesia yang islami.”

Akhir kata, ada 2 jenis pohon di dunia ini. Satu berdiri menjulang menantang angkasa. Dan yang satu tumbuh melebar dan hilang di tengah belantara hutan. Namun manakah yang bermanfaat bagi makhluk lainnya?

Yang menjulang angkuh hingga tampak di mata dunia atau yang melebar dengan sahaja untuk dapat dijadikan tempat bernaung makhluk lainnya?

Jika ada yang mengatakan mengapa kita tidak menjadi pohon yang menjulang dan rindang melebar?

Maka saya tantang dia untuk segera bergerak mewujudkan idealismenya.

Ingat kembali pesan Rasulullah:

Manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesama.